Diarak Keliling Desa Saat Khatam Al Qur’an

Beginilah tradisi warga dusun Batoguluk desa Basoka, Kecamatan Rubaru, Sumenep. Siswa yang sudah khatam mengaji Al-Quran di mushallanya, langsung diarak keliling desa dengan diiringi musik rebana atau hadrah. Arak-arakan ini, sebagai bentuk syukur terhadap anak yang telah mampu mengkhatamkan 30 Juz Al-Quran.
Di Mushalla Al-Amin ini, terdapat tiga santri yang telah khatam, antara lain Moh Irfan Effendi, Misrodi dan Moh Mujib. Tiga anak ini, langsung diarak keliling desa sebagai penghormatan terhadap mereka yang telah  mampu membaca kitab suci Al-Quran.
Kebiasaan mengarak anak yang khatam Al Qur’an ini sudah dilakukan turun temurun. Orang tua dinilai mempunyai kewajiban untuk mendidik anaknya, termasuk juga, mengarahkan anaknya agar bisa membaca Al-Quran serta mampu mempraktekkannya.


Mbah Senun 40 Tahun Jadi Abdi Sunan Ampel

Sosoknya yang renta seolah menimbun berbagai asam manis cerita kehidupan. Sebagai abdi Sunan Ampel, Mbah Senun tak perlu lagi diragukan kesetiannya. Selama 70 tahun ia hidup, 40 tahunnya telah ia serahkan menjadi juru sapu Masjid Sunan Ampel.

Bahkan, nenek tua yang mengaku lahir pada zaman penjajahan Jepang ini tak lagi bergairah mengetahui hal-hal duniawi lainnya. Mbah Senun mengaku tidak tahu apa-apa selain hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan kawasan wisata religi Sunan Ampel di Jalan Nyamplungan itu.

"Saya nggak pernah keluar dari kawasan Sunan Ampel, karena saya juga nggak tahu jalan kemana-mana. Ya, keliling di sekitar masjid saja," tutur Mbah Senun sambil menggunakan bahasa Jawa saat berbincang dengan detiksurabaya.com di dekat lokasi penyimpanan air suci di Masjid Sunan Ampel, Kamis (30/6/2011).

Sebelum subuh Mbah Senun mampu membersihkan halaman depan Masjid Sunan Ampel. Ia bertugas menyapu dan mengingatkan para wisatawan yang datang untuk berziarah ke makam penyebar Islam terbesar di Jawa. Selain itu, ia juga tak akan sungkan untuk menegur wisatawan yang berbuat tidak sesuai aturan di sekitar kawasan.

Meski tak pernah mengenyam pendidikan, Mbah Senun tergolong orang yang padat karya. Ia tak pernah sekalipun meninggalkan tugasnya bahkan saat kawasan wisata tersebut ramai dikunjungi peziarah. Bukan nilai uang yang ia cari, melainkan kebanggaannya mengabdi kepada Sunan Ampel.

"Saya digaji Rp 20 ribu per hari, tapi saya senang bisa bekerja di sini. Lha wong saya baca saja tidak bisa, apalagi mengaji. Saya cuma bisa kerja untuk Sunan," tutur wanita asal Ponorogo ini di tengah kewajibannya menyapu halaman masjid.

Mbah Senun tak lagi ingat tahun berapa ia diminta menjadi abdi Sunan Ampel. Yang masih ia ingat hingga kini adalah rasa bangganya saat 'dijumput' salah satu petugas masjid untuk bekerja atau mengabdi kepada sosok penyebar Islam terbesar di Jawa ini.

 
 
 
free counters